Ingatkah anda dengan peristiwa yang terjadi pada saat zaman penjajahan dulu yang terkenal dengan sebutan peristiwa Rengasdengklok? Ingat jugakah anda dengan peristiwa penurunan Presiden Soeharto pada tahun 1998 lalu yang kita sebut sebagai reformasi? Apakah yang sebenarnya terjadi pada kedua peristiwa berbeda zaman tersebut? Apa pula persamaannya? Hal yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah adanya perbedaan pendapat dan pendirian diantara dua generasi yang berbeda, yaitu generasi muda yang diwakili orang-orang yang berusia antara 17-30 tahun dan generasi tua yang diwakili orang-orang yang berusia 50 tahun ke atas.
Apabila anda tahu dan ingat dengan peristiwa Rengasdengklok, maka anda tentu telah mengetahui bahwa kejadian tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan pendapat diantara dua generasi yang berbeda. Orang-orang yang saat itu mewakili generasi muda memutuskan untuk menculik tokoh-tokoh politik dan membawanya ke suatu daerah yang bernama Rengasdengklok. Di
Apabila anda jeli, maka anda akan menemukan suatu hal yang unik, yaitu orang-orang yang mewakili generasi muda pada peristiwa Rengasdengklok mengalami hal yang serupa pada peristiwa tahun 1998. Hanya saja, mereka tidak lagi berperan sebagai generasi muda, melainkan mewakili generasi tua. Sebenarnya siapakah pihak yang benar dan siapakah pihak yang salah pada kedua peristiwa tersebut? Manakah yang lebih baik diantara generasi muda dan generasi tua?
Pasangan Hidup di Mata Dua Generasi
Dua pertanyaan terakhir yang diajukan di atas merupakan suatu pertanyaan yang sangat sulit untuk mendapat jawaban yang benar-benar tepat. Alasannya karena pertanyaan tersebut memancing seseorang yang menjawabnya untuk berpikir secara subjektif. Maksudnya, apabila kita menanyakan kedua pertanyaan tersebut pada orang-orang yang mewakili generasi muda, kemungkinan besar mereka akan menjawab dengan sebuah pernyataan yang mendukung dan membela generasi mereka. Begitu pula sebaliknya, apabila kita menanyakannya kepada generasi yang lebih tua, tentu mereka akan mengeluarkan suatu pendapat yang lebih membela “kaum” mereka. Akan tetapi, hal tersebut tidak berlaku secara mutlak, karena tidak tertutup pula suatu kemungkinan bila suatu saat ada orang yang memberikan jawaban yang tidak bersifat pro dengan generasi yang mereka wakilkan.
Apakah tidak ada cara-cara yang benar tepat untuk mendapatkan jawabannya? Sebenarnya, kita bisa mendapatkan jawaban yang benar dan tepat, hanya saja hal tersebut tergantung sudut pandang dan tema yang kita pakai. Misalnya, kita ingin membedakan dua generasi tersebut dengan menggunakan tema cara pandang mereka terhadap politik dan ekonomi. Apabila tema tersebut kita anggap belum mewakili, maka kita dapat menggunakan tema-tema yang lebih “ringan”, seperti dalam perbedaan kedua generasi tersebut dalam memperlakukan keluarga, pandangan terhadap cinta, atau tentang gaya hidup sehari-hari. Salah satu tema yang berkategorikan ringan dan juga dapat dipakai untuk membedakan kedua generasi tersebut adalah mengenai pandangan terhadap pasangan hidup, baik yang sudah resmi (menikah) maupun yang masih dalam tahap penjajakan (berpacaran).
Pasangan hidup mengandung pengertian seseorang yang mempunyai hubungan yang spesial dengan kita, dimana dalam menjalin hubungan dengan pasangan hidup tersebut ada aturan-aturan yang harus dijalani dan mengandung sebuah komitmen. Pasangan hidup yang telah resmi (menikah) maka akan menjadi partner seumur hidup kita dalam melewati jalan kehidupan baik disaat senang maupun susah. Bagi sebagian orang, pasangan hidup merupakan suatu hal yang mutlak untuk dimiliki. Sedangkan sebagian lagi menganggap bahwa mempunyai pasangan hidup adalah sesuatu yang tidak begitu penting dan mereka lebih merasa nyaman dengan hidup melajang.
Menggunakan pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara, penulis menemukan pebedaan yang cukup jelas pada cara pandang generasi tua dan generasi muda terhadap menjalin hubungan dengan pasangan hidup mereka. Beberapa hal yang sangat menunjukkan perbedaan adalah dalam hal kesetiaan dan komitmen dalam menjalin hubungan. Pada generasi tua yang umumnya telah mempunyai pasangan hidup yang resmi (menikah), akan lebih bijaksana dan “berhati-hati” dalam memperlakukan pasangan hidup dan menjalin hubungan mereka. Alasan yang dikemukakan oleh orang-orang yang mewakili generasi tua adalah karena mereka telah terikat dan berkomitmen secara agama maupun hukum. Bagi mereka, ikatan yang telah diakui secara hukum dan agama harus dipertahankan dan dijalani secara serius dan sepenuh hati, karena hal itu berhubungan dengan peran mereka sebagai manusia yang taat hukum dan sebagai makhluk Tuhan. Alasan lain yang mereka berikan adalah bahwa mempertahankan suatu hubungan dengan pasangan hidup adalah suatu bagian dari perjalanan hidup mereka dan tantangan tersendiri untuk dapat melewatinya. Apabila mereka gagal melewati tantangan tersebut, misalnya bercerai, maka mereka menganggap bahwa hal itu adalah sebuah aib dan beban yang akan mereka tanggung seumur hidup mereka. Melihat alasan-alasan tersebut maka sangatlah wajar apabila mereka tidak henti-hentinya melakukan perbuatan-perbuatan yang bertujuan mempertahankan hubungan mereka. Seperti berusaha untuk setia, saling percaya satu sama lain, tidak pernah berhenti menyayangi di saat apapun, dan yang paling penting berusaha keras untuk menjalani komitmen mereka untuk hidup bersama.
Bagi generasi muda, yang umumnya menjalin hubungan yang tidak resmi dengan pasangan mereka (tidak menikah atau berpacaran), cenderung lebih “santai” dan tanpa beban dalam menghadapi pasangan hidup mereka. Hal ini disebabkan karena hubungan yang mereka jalani tidak terikat secara hukum yang resmi dan agama, melainkan hanya dengan ikatan lisan dan aturan yang mengatakan “tahu sama tahu”. Dengan melihat penjelasan yang terakhir, maka merupakan suatu hal yang wajar apabila orang-orang yang mewakili generasi muda dapat dengan seenaknya berganti-ganti pasangan hidup. Alasan utama yang mereka pakai adalah dengan berganti-ganti pasangan, maka mereka dapat menilai dan melihat siapakah yang tepat untuk menjadi pasangan hidup resmi mereka yang nantinya akan menjalani kehidupan bersama seumur hidup mereka. Walaupun begitu, mereka tetap menganggap bahwa komitmen adalah suatu hal yang penting dan harus dijunjung tinggi dalam suatu hubungan.
Mereka berpendapat bahwa dengan adanya komitmen maka mereka dapat menentukan arah yang tepat terhadap hubungan mereka. Selain itu, bagi mereka komitmen adalah suatu hal yang menjadi kunci kelancaran suatu hubungan. Akan tetapi, umumnya mereka tidak suka dengan suatu hubungan yang memiliki komitmen yang terlalu serius dan bersifat mengekang gerak mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Mereka lebih menyukai suatu hubungan yang bersifat fleksibel dan mempunyai komitmen yang bersifat fleksibel pula. Misalnya dengan mengatakan “kita jalani hubungan ini dengan serius, tetapi apabila kita harus putus maka kita akan putus secara baik-baik”, pada saat awal akan menjalin suatu hubungan.
Dengan melihat penjelasan serta alasan-alasan yang dikemukakan oleh masing-masing generasi, maka dapat dilihat bahwa generasi tua lebih baik apabila dibandingkan dengan generasi muda dalam hal memandang pasangan hidup. Hal ini dapat terjadi karena generasi tua mempunyai pandangan-pandangan serta pemikiran-pemikiran yang jauh lebih matang dan bijaksana dalam memandang kehidupan, yang disebabkan oleh faktor usia dan pengalaman-pengalaman kehidupan yang lebih luas dibandingkan dengan para generasi muda. Selain itu, generasi tua umumnya memandang segala sesuatu dengan serius, daripada generasi muda yang biasanya memandang sesuatu dari segi “mencari pengalaman” dan segi fun-nya.
Sebagi penutup, penulis kembali mengingatkan bahwa kesimpulan di atas tidak berlaku secara mutlak. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, apabila kita ingin melihat siapakah yang lebih baik di antara generasi muda dan generasi tua, maka hal tersebut akan sangat tergantung kepada sudut pandang dan tema apa yang kita pakai untuk membandingkannya.
No comments:
Post a Comment