Friday, June 20, 2008

VJ#34/VI/2008 : SCHIZOPHRENIA

Sudah pernah menonton A Beautiful Mind? Sebuah film yang memenangi Academy Award. Apa menurut anda yang membuat film tersebut bisa menjadi kampiun Oscar? Tentu jawabnya bisa beraneka ragam. Namun, bagi saya, film tersebut layak mendapatkan oscar karena tema dari film itu sendiri.
Film ini menceritakan tentang kehidupan John Forbes Nash, Jr. , seorang genius peraih Nobel. Ia tidak peraih NObel "sembarangan", namun hal yang membuat Nash menjadi lebih spesial adalah karena dia adalah seorang penderita sakit jiwa. Ya, SAKIT JIWA.
Salah satu bentuk gangguannya adalah bahwa ia mempunyai teman bicara, yang ia amat yakini keberadaannya, disaat orang lain tidak ada satupun yang dapat melihat teman Nash tersebut. Bagi orang awam, tingkah laku Nash tidak lebih dari dari tingkah laku seorang yang disebut"gila" , "sedeng", "gendeng", dan lain sebagainya, yang kerap kali kita temui di jalanan.
Dalam konteks Psikologi, apa yang diderita oleh Nash lebih dikenal dengan istilah Schizophrenia.
Apa dan bagaimana kah Schizophrenia tersebut? Dalam post kali ini saya mencoba untuk mengupasnya untuk anda. Selamat membaca.

(Courtesy of KLD XII)

Sejarah
Gangguan skizofrenia sebenarnya telah dibicarakan sejak ratusan tahun lalu. Dua tokoh yang dianggap memberikan sumbangan paling penting adalah Emil Kraeplin & Eugen Bleuler. Pada awalnya, Kraeplin menyebut gangguan ini sebagai dementia precox. Akan tetapi, berbagai simptom atau gejala yang muncul tidak lagi cocok akan definisi Kraeplin. Bleuler-lah yang kemudian mengenalkan istilah schizophrenia untuk gangguan ini. Hingga saat ini, gangguan ini merupakan gangguan mental yang dianggap paling parah.

Definisi
Skizofrenia adalah kata yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu “schizein” (terpisah atau pecah) dan “phrenia” (jiwa). Arti dari kedua kata ini menjelaskan karakteristik utama sekaligus definisi dari gangguan ini, yaitu adanya pemisahan emosi, dan perilaku dari orang yang mengalaminya. Gangguan ini termasuk dalam gangguan psikotik karena salah satu ciri utamanya adalah kegagalan untuk berhubungan dengan kehidupan nyata (reality testing).

Simtom-simptom
Kemunculan simptom gangguan ini biasanya dimulai pada masa remaja akhir ataupun dewasa muda, dengan kecenderungan terjadi lebih awal pada pria. Akan tetapi, banyaknya kasus tidak menunjukkan adanya perbedaan prevalensi antara pria dan wanita.
Beberapa simtom yang muncul pada klien dengan gangguan ini melibatkan gangguan pada berbagai area atau fungsi tubuh utama. Beberapa fungsi tersebut diantaranya fungsi untuk mempersepsikan dan memberi atensi, motorik, afek atau emosi, dan fungsi hidup lainnya. Menurut Bleuler (dalam Fausiah, 2005), ada empat simtom dasar (primer) dari gejala ini, yaitu Asosiasi, Afek, Autisme, dan Ambivalensi. Sedangkan, halusinasi dan delusi merupakan simtom sekundernya.
Lain halnya dengan Bleuler, Davison, Neale & Kring (2001) menyebutkan bahwa ada tiga simtom utama dari gangguan ini. Berikut ini penjelasan ketiga simtom tersebut:
Simtom Positif
Simtom ini ditandai dengan adanya pikiran, perasaan, dan perilaku yang berlebihan dan biasanya tidak terdapat pada orang normal. Ada dua hal yang termasuk dalam simtom positif ini, yaitu:



Delusi / Waham
Merupakan suatu keyakinan yang salah ataupun bertentangan dengan kenyataan. Orang dengan gangguan ini biasanya tidak akan mengubah keyakinannya tersebut meskipun telah terdapat bukti-bukti yang menyangkal keyakinannya tersebut. Beberapa penjelasan mengenai bentuk delusi adalah sebagai berikut:
- klien percaya bahwa pikirannya bukanlah pikirannya sendiri, melainkan milik orang lain / sumber ekternal yang menempatkan pikiran tersebut padanya
- merasa bahwa pikirannya seolah disiarkan atau terdengar oleh orang lain sehingga ia merasa -semua orang mengetahui apa yang sedang dipikirkannya
- mengalami kecemasan bahwa pikirannya telah dicuri
percaya bahwa pikiran ataupun perasaannya dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya

Halusinasi / Gangguan persepsi lainnya
Merupakan penghayatan yang dialami melalui panca indera, tetapi tanpa adanya stimulus eksternal. Hal ini membedakannya dengan ilusi di mana stimulusnya nyata dan yang terjadi adalah kesalahan dalam mempersepsikan stimulus tersebut. Beberapa jenis halusinasi adalah auditorik, visual, olfaktori, haptic, dan liliput. Diantara berbagai jenis halusinasi, auditorik adalah yang paling sering dialami klien dengan gangguan skizofrenia.
Adapun beberapa bentuk halusinasi, antara lain:
- klien merasa mendengar pikirannya sendiri diungkapkan atau dikatakan oleh suara orang lain
- mendengar suara-suara yang beradu argumen atau bertengkar
- mendengar suara-suara yang mengomentari / mengkritik perilaku klien tersebut

Simtom Negatif
Simptom ini ditandai dengan adanya defisit perilaku. Klien dengan gangguan ini tidak dapat menampilkan perilaku yang seharusnya dilakukan oleh orang normal. Beberapa simtom yang termasuk dalam simptom ini adalah:




Avolition / apathy
simtom ini merujuk pada kurangnya energi dan tidak adanya minat ataupun kemampuan untuk melakukan berbagai aktivitas rutin, seperti membersihkan diri. Biasanya orang dengan simtom ini menghabiskan banyak waktunya hanya untuk duduk dan tidak melakukan apa-apa.




Alogia
Merupakan gangguan berpikir yang negatif. Beberapa bentuknya adalah kurangnya pembicaraan sehingga cenderung berdiam diri, sedangkan pada kurangnya isi pembicaraan klien akan tetap berbicar seperti biasa, tetapi hanya memiliki sedikit informasi yang benar-benar berarti.




Anhedonia
Simtom ini membuat orang kehilangan kemampuan untuk merasakan kesenangan. Hal ini diwujudkan melalui kurangnya minat untuk melakukan rekreasi, kegagalan untuk mengembangkan hubungan yang dekat dengan orang lain, serta tidak adanya ketertarikan pada sex.


Flat affect
Pada klien dengan simptom ini, biasanya tidak ada stimulus apa pun yang dapat memunculkan respon emosional dari klien. Klien biasanya hanya bisa menatap kosong dan saat berbicara suaranya terdengan datar dan tanpa perbedaan intonasi. Meski demikian, didapati bahwa sesungguhnya mereka masih bisa merasakan berbagai emosi seperti yang dirasakan oleh orang normal, hanya saja mereka tidak bisa mengekspresikannya.




Asociality
Beberapa klien dengan gangguan skizofrenia memiliki kerusakan yang parah dalam hubungan sosialnya. Mereka hanya memiliki sedikit ketertarikan untuk berelasi dengan oran lain sehingga akibatnya mereka hanya memiliki sedikit teman. Simtom ini biasanya yang pertama kali muncul sebelum simtom-simtom lain yang lebih psikotik.

Simtom Tak terorganisasi (Disorganized Symptoms)
Pembicaraan yang tak terorganisasi (Disorganized Speech)
Simtom ini meliputi masalah dalam pengorganisasian ide-ide dan dalam berbicara. Ada inkoherensi yang ditemukan ketika berbicara dengan klien yang memiliki gangguan skizofrenia. Pembicaraan juga terganggu oleh loose associations atau derailment, yaitu keadaan saat klien dapat melakukan pembicaraan secara normal, tetapi mengalami kesulitan untuk fokus pada satu topik tertantu. Klien akan cenderung berganti topik terus menerus dan akhirnya tidak dapat mengemukakan topik awal yang sebenarnya hendak disampaikan.




Bizarre Behavior
Perilaku aneh yang ditampilkan dapat nampak dalam berbagai bentuk. Pada dasarnya mereka kehilangan kemampuan untuk mengorganisasikan perilakunya agar dapat sesuai dengan standar masyarakat sekitarnya.

4. Simtom Lainnya
Ada dua simtom lainnya dari gangguan skizofrenia yang tidak sesuai dengan berbagai definisi simtom yang telah dijelaskan di atas. Oleh karenanya dikelompokkan pada bagian ini.




a. Catatonia
Merupakan beberapa abnormalitas yang terjadi pada sistem motorik. Klien yang mengalami simtom ini dapat melakukan suatu gerakan secara berulang-ulang. Gerakan ini nampak aneh dan melibatkan rangkaian yang kompleks dari berbagai organ tubuh seperti jari, tangan, dan lengan. Meski demikian gerakan-gerakan ini nampak berguna. Selain gerakan yang dilakukan berulang-ulang, terdapat juga yang disebut dengan catatonic immobility. Ketika mengalami hal ini klien hanya akan diam saja dalam satu posisi yang aneh dan mempertahankan posisi ini untuk jangka waktu yang lama. Bahkan tak jarang orang lain dapat memindahkan posisinya ke bentuk lain yang kemudian akan dipertahankan klien secara terus menerus. Hal ini disebut sebagai waxy flexibility.




b. Inappropriate Affect
Respon emosional yang diberikan oleh klien dengan simtom ini tidak sesuai dengan emosi yang dirasakan. Sebagai contoh seseorang dengan simtom ini justru akan tertawa terbahak-bahak ketika mendengar ibunya meninggal. Selain itu, klien juga seringkali berpindah dari suatu keadaan emosi ke emosi yang berlawanan secara ekstrim tanpa alasan yang jelas.

Kriteria gangguan skizofrenia menurut DSM-IV-TR
Beberapa kriteria untuk mendefinisikan suatu gangguan merupakan gangguan kepribadian skizofrenia menurut Davison, Neale & Kring (2001) adalah:
1. memiliki dua atau lebih dari simtom-simtom berikut ini sekurang-kurangnya selama 1 bulan, yaitu delusi, halusinasi, pembicaraan yang tak terorganisasi, perilaku katatonik atau tak terorganisasi, dan simtom negatif.
2. penurunan fungsi sosial dan pekerjaan sejak munculnya onset perilaku
3. ada tanda-tanda gangguan selama sekurang-kurangnya 6 bulan

Kategori / Jenis Gangguan Skizofrenia
Menurut Davison, Neale & Kring (2001) ada beberapa jenis / kategori dari gangguan skizofrenia, yaitu:
1. Disorganized Schizophrenia
Ditandai dengan adanya kesulitan untuk berbicara atau mengorganisasikan kata-kata sehingga sulit bagi pendengar untuk mengerti apa yang dibicarakan. Terkadang diiringi dengan kekonyolan atau tawa. Selain itu, klien dengan gangguan ini juga memiliki simtom afek datar ataupun perpindahan emosi yang drastis. Pada dasarnya muncul simtom-simtom yang tidak terorganisasi, tanpa diikuti dengan simtom yang tergolong katatonik.




2. Catatonic Schizophrenia
Untuk dapat digolongkan pada jenis ini, pada klien harus nampak simtom katatonik yang telah disebutkan sebelumnya. Klien dapat berpindah dari catatonic immobility ataupun pergerakan yang berlebihan. Seringkali jenis ini terlihat karena penggunaan terapi obat-obatan (drug therapy)




3. Paranoid Schizophrenia
Jenis ini ditandai dengan munculnya delusi. Salah satu yang paling sering muncul adalah persekusi, tetapi bisa juga mengalami grandiose delusions, di mana klien melebih-lebihkan kepentinga, kekuatan, pengetahuan, ataupun identitasnya. Selain itu, juga terdapat delusional jelousy yang menganggap pasangan seksual mereka bersikap tidak setia. Perlu ditekankan bahwa pada klien dengan jenis gangguan ini tidak terjadi gangguan pada sistem bicara.


4. Undifferentiated Schizophrenia
Klien dikategorikan pada jenis ini jika memenuhi kriteria skizofrenia, tetapi tidak untuk ketiga kategori yang telah disebutkan sebelumnya.




5. Residual Schizophrenia
Jika seorang klien tidak memenuhi seluruh kriteria dari salah satu kategori dari ketiga kategori yang pertama kali disebutkan tetapi masih menunjukkan tanda-tanda gangguan skizofrenia, maka klien tersebut disebut sebagai klien dengan gangguan jenis residual ini.

ETIOLOGI SCHIZOPHRENIA

MODEL DIATESIS STRESS
Teori ini mengintegrasikan faktor biologis, psikososial dan lingkungan. Beranggapan bahwa seseornag mungkin memiliki kerentanan spesifik (diatesis), yang jika diaktifkan oleh pengaruh stress, akan memungkinkan berkembang skizofrenia. Stressor atau diatesis ini mungkin bersifat biologis, lingkungan atau keduanya. Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (seperti situasi kematian orang terdekat).

Sudut Pandang Biologis
Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun, sampai saat ini belum diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu dengan munculnya skizofrenia. Penelitian pada beberapa dekade terakhir mengindikasikan peran patofisiologis dari area tertentu di otak; termasuk sistem limbik, kirteks frontal dan ganglia basalis.
Kemungkinan dari abnormalitas otak ini salah satunya adalah terjadinya kerusakan pada proses kelahiran atau pada saat kelahiran bayi. Banyak penelitian menunjukkan rating yang tinggi pada individu yang mengalami gangguan skizofrenia bahwa mereka mengalami komplikasi pada saat proses kelahiran mereka. Komplikasi tersebut mungkin menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke otak sehingga mengakibatkan hilangnya kortikal abu-abu. Kemungkinan lainnya adalah adanya virus yang menyerang otak dan merusak otak pada saat perkembangan janin dalam kandungan.



Hipotesis Dopamin
Menurut hipotesis ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter Dopaminergic. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamin, terlalu banyaknya reseptor dopamin, meningkatnya jumlah reseptor dopamin, turunnya nilai ambang atau hipersensitivitas reseptor dopamin, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.

Sudut Pandang Genetik
Penelitian yang dilakukan melalui family studies, twin studies dan adoption studies menunjukkan bukti adanya komponen genetik dalam pewarisan skizofrenia.



Family Studies
Pewarisan predisposisi genetik pada pasien skizofrenia, telah terbukti melalui beberapa penelitian tentang keluarga dan skizofrenia.

Sudut Pandang Psikososial
1. Teori tentang Individu Pasien
Teori Psikoanalitik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan dan merupakan konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego deficit) memberikan kontribusi terhadap munculnya simtom skizofrenia. Sedangkan menurut Sullivan, gangguan skizofrenia disebabkan karena kesulitan interpersonal yang terjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan dengan pola pengasuhan ibu yang salah, yaitu cemas berlebihan.
Secara umum, dalam pandangan ini, gangguan terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal balik antara ibu dan anak (bayi).




Teori Psikodinamik
Pandangan psikodinamik lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus. Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal.
Simtom positif diasosiakan dengan onset akut sebagi respon terhadap faktor pemicu dan memiliki kaitan yang erat dengan adanya konflik.
Simton negatif berkaitan erat dengan faktor biologis dan memiliki karakteristik absennya perilaku/fungsi tertentu.
Sedangkan gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar.




Teori Belajar
Menurut teori ini, anak-anak yang nantinya mengalami skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berpikir yang tidak rasional dengan mengimitasi orang tua yang juga memiliki masalah emosional yang signifikan. Hubungan interpersonal yang buruk dari pasien skizofrenia berkembang karena pada masa kanak-kanak mereka belajar dari model yang buruk.

2. Teori tentang keluarga
Beberapa pasien skizofrenia, berasal dari keluarga yang disfungsi. Selain itu, perilaku keluarga yang patologis dapat meningkatkan stress emosional pada pasien skizofrenia. Perilaku keluarga yang patologis tersebut, antara lain:



Double-Bind
Keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari orangtua yang berkaitan dengan perilaku, sikap maupun perasaannya.



Schisms and Skewed Families
Pada pola keluarga schisms, terdapat perpecahan yang jelas antara orangtua. Sehingga salah satu orangtua akan menjadi sangat dekat dengan anak yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga skewed, hubungan skewed melibatkan perebutan kekuasaan dan dominasi dari salah satu orang tua.



Pseudomutual and Pseudohostile Families
Dimana keluarga men-supress ekspresi emosi dengan menggunakan komunikasi verbal yang pseudomutual atai pseudohostile secara konsisten. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa komunikasi yang salah dari orangtua dapat menjadi salah satu penyebab dari gangguan skizofrenia.



Ekspresi Emosi
Banyak penelitian yang menunjukkan keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi dapat meningkatkan relapse pada pasien skizofrenia.

3. Teori Sosial
Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Selain itu, persentase paling tinggi pasien skizofrenia ditemukan pada penduduk yang tinggal di tengah kota dan berada pada kelas sosial ekonomi rendah.




The Sociogenic Hypotesis
Stressor dikaitkan dengan keberadaan pada kelas sosial ekonomi yang rendah dapat mengakibatkan atau memberikan kontribusi pada perkembangan skizofrenia. Perilaku yang berbeda yang diterima individu dari orang lain, rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya penghargaan dan kesempatan, menjadikan semua hal tersebut menjadi pengalaman yang stresful dan dapat mengakibatkan individu, yang telah memiliki predisposisi skozofrenia, mengembangkan skizofrenia.



Social-selection Theory
Selama berkembangnya psikosis, individu dengan skizofrenia dapat tersingkir ke daerah miskin yang tersisihkan dari kota. Berkembangnya permasalahan pada kognitif dan emosional, mengakibatkan lumpuhnya kemampuan individu tersebut agar dapat hidup ditempat lain. Atau mereka memilih untuk tinggal di suatu area dimana terdapat sedikit tekanan sosial yang mereka terima dan mereka dapat melarikan diri dari hubungan sosial yang intens.











1 comment:

Unknown said...

hi verdi.
Kenalin, aku Ika, mahasiswi Kedokteran yg sekarang lagi Co Ass di Dept.Peny. Jiwa.
Di RSJ tempat aq co ass, byk bgt pasien Skizofrenia. Sebagian dari mereka emg gak ada Stressor yang bikin jadi skizo.
Setelah tau ada hipotesis Dopamine baru aq ngerti knp bisa skizo padahal gak ada stressor.
Tapi, tau gak knp seseorg tu bisa cenderung meningkat dopamine-nya dibanding org lain?
apa ada predisposisi tertentu?
tq ya..