Wednesday, May 14, 2008

VJ#29/V/2008: Teori Social-Cognitive (Bandura-Mischel)


written by : member of KLD 12

I. Struktur Kepribadian
Menurut teori social-cognitive, struktur kepribadian individu terdiri dari empat konsep utama yaitu competencies-skills, belief-expectancies, evaluative standards, dan personal goal.
a. Compentencies-skills
Kompetensi atau skill adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk menyelesaikan dan menghadapi masalah dalam hidupnya. Kompetensi meliputi cara bepikir tentang masalah dalam kehidupan dan kemampuan bertingkah laku dalam menyelesaikan masalah. Skill adalah kompetensi yang dimiliki individu dalam konteks yang spesifik. Kompetensi diperoleh melalui interaksi sosial dan observasi terhadap dunia. Perkembangan kompetensi kognitif dan tingkah laku juga turut mempengaruhi delay gratification skill, kemampuan individu dalam menunda kepuasan impuls yang tidak tepat secara social atau secara potential membahayakan diri sendiri. Delay gratification skill ditentukan oleh hasil yang diinginkan, pengalaman pribadi di masa lalu serta observasi terhadap konsekuensi yang diterima oleh model.

b. Belief-expectancies
Sebuah pemikiran melibatkan beliefs mengenai seperti apa dunia yang sesungguhnya dan seperti apa masa depan. Ketika beliefs diarahkan pada masa depan maka disebut dengan expectancies. Ekspektansi terhadap masa depan merupakan hal utama yang menentukan bagaimana kita bertingkah laku. Individu memiliki ekspektansi pada tingkah laku yang diterima oleh orang, reward dan punishment yang mengikuti tingkah laku tertentu, serta kemampuan individu untuk mengatasi stres dan tantangan. Inti dari kepribadian adalah pada perbedaan cara dimana manusia sebagai individu yang unik menerima suatu situasi, mengembangkan ekspektansi mengenai keadaan yang akan datang, dan menampilkan perbedaan pola perilaku sebagai hasil dari perbedaan persepsi dan ekspektansi tersebut. Sama halnya dengan kompetensi, ekspektansi yang dimiliki individu bersifat kontekstual.
Bandura (1997, 2001, dalam Pervin, Cervone, & John, 2005) telah menekankan bahwa ekpektansi manusia mengenai kemampuan performanya menjadi kunci dalam prestasi manusia dan kesejahteraannya. Bandura mengacu ekspektansi tersebut sebagai persepsi dari self-efficacy. Perceived self-efficacy kemudian mengacu pada persepsi seseorang terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk bertindak dalam situasi yang akan datang. Persepsi self-efficacy menjadi penting karena mempengaruhi keberhasilan seseorang.

c. Evaluative Standard dan Personal Goal
Goal atau tujuan berkaitan dengan kemampuan individu untuk mengantisipasi masa depan dan untuk memotivasi dirinya sendiri. Adanya tujuan dalam hidup dapat mengarahkan individu untuk membuat prioritas, mengabaikan pengaruh-pengaruh sementara dan mengorganisasi tingkah laku selama periode waktu tertentu. Goal bukan suatu sistem yang kaku, melainkan individu dapat memilih tujuannya tergantung dari apa yang dinilai paling penting bagi dirinya saat itu, kesempatan apa yang tersedia di lingkungan dan penilaiannya terhadap self -efficacy dalam mencapai tujuan, sesuai dengan tuntutan lingkungan.

d. Evaluative Standards
Individu memiliki evaluative standards yang merepresentasikan tujuan yang akan dicapai dan landasan dalam mengharapkan reinforcement dari orang lain dan diri sendiri. Evaluative standard yang melibatkan pemikiran mengenai sesuatu harus seperti apa, yaitu kriteria mental untuk mengevaluasi baik atau buruknya suatu peristiwa. Hal ini meliputi pengalaman akan emosi seperti malu, bangga, merasa puas atau tidak puas terhadap dirinya. Evaluative standards yang dipelajari juga meliputi prinsip-prinsip moral dan etika dalam bertingkah laku. Di dalam evaluative standards yang dimiliki seseorang terdapat pengaruh eksternal meskipun berasal dari internal individu. Evaluative standards merupakan hal yang mendasari motivasi dan performance dari seseorang. Standar evaluasi sering memicu reaksi emosional. Seseorang merasa bangga bila mencapai standar performanya dan kecewa ketika gagal mencapai standar tersebut. Hal tersebut mengarah pada self-evaluation reactions, yaitu seseorang mengevaluasi tindakannya dan kemudian berespons secara emosional (puas atau tidak puas) sebagai hasil dari evaluasi.

II. Dinamika Kepribadian
Menurut teori social-cognitive, fungsi-fungsi kompetensi, ekspektasi, goal dan evaluative standards dapat berkembang melalui observasi terhadap orang lain (observational learning dan vicarious conditioning) maupun dari pengalaman sendiri. Observational learning adalah keadaan di mana individu dapat belajar dengan cara mengobservasi atau mengamati tingkah laku orang lain (model). Sementara itu, vicarious conditioning dapat diartikan sebagai proses mempelajari reaksi emosional melalui observasi terhadap orang lain.
Bandura mengatakan bahwa terdapat dua prinsip teoritis yang harus digunakan untuk menganalisis dinamika proses kepribadian, yaitu penyebab perilaku yang disebut dengan reciprocal determinism. Lainnya adalah kerangka kerja untuk berpikir mengenai proses kepribadian internal yang disebut dengan cognitive-affective processing system (CAPS).
a. Reciprocal determinism
Tingkah laku seseorang dapat dijelaskan berdasarkan interaksi antara orang dengan lingkungan. Manusia dipengaruhi oleh faktor lingkungan, tetapi manusia juga memilih perilaku yang akan ditampilkannya. Manusia responsif terhadap situasi dan secara aktif mengkonstruk dan mempengaruhi situasi. Bandura tidak menggunakan prinsip faktor lingkungan yang menyebabkan suatu tingkah laku, namun terdapat hubungan timbal balik antara faktor lingkungan, tingkah laku dan personal. Personal adalah karakteristik individu seperti kapasitas kognitif dalam mengantisipasi maupun dalam memori dapat mempengaruhi baik lingkungan maupun tingkah laku. Personal dapat juga dalam bentuk kemampuan dalam memecahkan masalah. Sebaliknya lingkungan dan tingkah laku dapat membentuk kemampuan seseorang untuk mengantisipasi suatu masalah.

b. Cognitive-affective Processing System (CAPS)
Kepribadian harus dipahami sebagai sebuah sistem, yang mengacu pada sesuatu yang memiliki bagian-bagian dalam jumlah yang besar dan saling berinteraksi satu sama lain. Bagian-bagian yang saling berinteraksi tersebut sering menimbulkan bentuk yang kompleks dari suatu perilaku. Dinamika interaksi antara bagian-bagian tersebut menimbulkan kompleksitas dari sistem. CAPS (Mischel & Schoda, 1995, dalam Pervin, Cervone, & John, 2005) memiliki tiga ciri khas, yaitu: 1) Aspek kognitif dan emosi saling berkaitan satu sama lain. Pemikiran mengenai goals akan memicu pemikiran mengenai skills, dan akhirnya memicu pemikiran self-efficacy. Pada akhirnya mempengaruhi self-evaluations dan emosi, 2) Aspek situasi yang berbeda mengaktivasi bagian tertentu dari keseluruhan sistem kepribadian, dan 3) Apabila situasi yang berbeda mengaktivasi bagian tertentu dari keseluruhan sistem kepribadian, maka perilaku manusia harus berbeda dari satu situasi ke situasi lainnya.

Sumber acuan:
Pervin, L.A. & John O.P. (2005). Personality : Theory and Research. New York: John Wiley & Sons, Inc

2 comments:

MuMuMuMuMuMu said...

verdy...

makasih yah..

artikel qm ngebantu aq bgt

bwt tugas hari rabu ini..

makasih ya..

Anonymous said...

USUL:
ada searchingnya dunk maz,biar lbh mdh kLo mau nyari sesuatu d sni...
Btw,alhamdulillah bermanfaat iLmunya mz..moga suatu hri nnti aq bs niru...amiiiiiiinnnnn....
Tq